الصد قة

بسم الله الرحمن الرحيم

Blog ini di buat bertujuan untuk menampung Zakat, Shodaqoh,infaq, Wakaf. Dan sebagai tempat bagi semua orang yang mau mengisihkan hartanya untuk membantu saudara-saudara kita yang kurang mampu terutama untuk menuntu ilmu (طلب العلم)

HADITS TENTANG SHODAQOH

Diriwayatkan dari Abu Hurairoh R.A..ia berkata: Seseorang datang menemui Rosulullah SWT dan bertanya, "wahai Rosulullah, Shodaqoh yang bagaimanakah yang paling besar pahalanya?" Beliau bersabda:

أَنْ تصَدَّقَ وَانْتَ صَحِيْحٌ حَرِيْصٌ تَخْشَى الفَقْرَ تَأمُلُ الغِنَى, وَلاَ تُمْهِلْ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُوْم, قُلْتَ: لِفُلاَنٍ كَذَا وَلِفُلاَنٍ كَذَا وَقَدْ كَانَ لِفُلاَنٍ

"Engkau berShodaqoh dalam keadaan sehat, amat membutuhkannya, khawatir miskin, dan berangan-angan menjadi kaya. janganlah menunda-nunda (Shodaqoh) sehinggga jika ajal telah sampai ke kerongkongan engkau berkata, 'untuk si fulan sekian, untuk si fulan sekian.' padahal memang harta itu untuk si fulan."



Jumat, 16 Desember 2011

Shalat Dhuha

Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan shalat-shalat sunnah untuk menyempurnakan ibadah shalat wajib yang terkadang tidak dapat sempurna pahalanya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ
“Sungguh, amalan hamba yang pertama kali dihisab dari seorang hamba adalah shalatnya. Apabila bagus maka ia telah beruntung dan sukses, dan bila rusak maka ia telah rugi dan menyesal. Apabila shalat wajibnya kurang sedikit, maka Rabb ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Lihatlah, apakah hamba-Ku itu memiliki shalat tathawwu’ (shalat sunnah)!’ Lalu, dengannya disempurnakanlah kekurangan yang ada pada shalat wajibnya tersebut, kemudian seluruh amalannya diberlakukan demikian.” (Hr. at-Tirmidzi)
Di antara perkara yang disyariatkan adalah shalat dhuha.
Keutamaan Shalat Dhuha
Shalat dhuha memiliki banyak keutamaan, di antaranya:
Keutamaan pertama, mencukupkan sedekah sebanyak persendian manusia, yaitu tiga ratus enam puluh persendian, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang berbunyi,
عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
Dari Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau telah bersabda, “Setiap hari bagi setiap persendian dari salah seorang di antara kalian terdapat kewajiban untuk bersedekah. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar makruf nahi munkar adalah sedekah. Semua itu tercukupkan dengan dua rakaat shalat yang dilakukan di waktu dhuha.” (Hr. Muslim, Kitab Shalat al-Musafirin wa Qashruha, Bab Istihbab Shalat ad-Dhuha, no. 720)
Hal ini lebih diperjelas dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi,
فِي الْإِنْسَانِ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَسِتُّونَ مَفْصِلًا فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهُ بِصَدَقَةٍ قَالُوا وَمَنْ يُطِيقُ ذَلِكَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ النُّخَاعَةُ فِي الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا وَالشَّيْءُ تُنَحِّيهِ عَنْ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُكَ
“‘Dalam diri manusia ada tiga ratus enam puluh persendian, lalu dari setiap sendinya diwajibkan untuk bersedekah.’ Mereka berkata, ‘Siapa yang mampu demikian, wahai Nabi Allah?’ Beliau menjawab, ‘Memendam riak yang ada di mesjid dan menghilangkan sesuatu (gangguan) dari jalan. Apabila tidak mendapatkannya, maka dua rakaat shalat dhuha mencukupkanmu.’” (Hr. Abu Daud, no. 5242; dinilai shahih oleh al-Albani dalam kitab Irwa al-Ghalil: 2/213 dan at-Ta’liq ar-Raghib: 1/235)
Keutamaan kedua, Allah menjaga orang yang melaksanakan empat rakaat shalat dhuha pada hari tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang berbunyi,
عن عقبة بن عامر الجهني رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال إن الله عز و جل يقول يا ابن آدم اكفني أول النهار بأربع ركعات أكفك بهن آخر يومك
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhani radhiallahu ‘anhu, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa Allah berfirman, Wahai Bani Adam, shalatlah untuk-Ku di awal siang hari sebanyak empat rakaat, niscaya Aku menjagamu di sisa hari tersebut.” (Hr. at-Tirmidzi, Kitab Shalat, Bab Ma Ja`a fi Shalat ad-Dhuha, no. 475; Abu Isa berkata, “Hadits hasan gharib;” hadits ini dinilai shahih oleh Ahmad Syakir dalam tahqiq beliau atas kitab at-Tirmidzi, sert al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi: 1/147)
Keutamaan ketiga, shalat dhuha adalah shalat al-awwabin (orang yang banyak bertaubat kepada Allah). Hal ini disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang berbunyi,
لاَ يُحَافِظُ عَلَى صَلاَةِ الضُّحَى إِلاَّ أَوَّابٌ قَالَ وَهِيَ صَلاَةُ الأَوَّابِيْنَ
“Tidaklah menjaga shalat dhuha, kecuali orang yang banyak bertaubat kepada Allah.” (Hr. al-Hakim dalam al-Mustadrak: 1/314; dinilai sebagai hadits hasan oleh Syekh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, no. 1994, lihat: 2/324)
Hukum Shalat Dhuha [1]
Para ulama berselisih pendapat tentang hukum shalat dhuha dalam beberapa pendapat, yaitu:
Pendapat pertama, hukum shalat dhuha adalah sunnah mutlak dan disunnahkan untuk melakukannya setiap hari. Inilah mazhab mayoritas ulama. Mereka berargumentasi dengan beberapa dalil, di antaranya:
1. Keumuman hadits-hadits tentang keutamaan shalat dhuha.
2. Hadits Abu Hurairah radhiyalahu ‘anhu yang berbunyi,
أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ
“Kekasihku shallalahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat kepadaku dengan tiga hal: berpuasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat shalat dhuha, dan witir sebelum tidur.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Syekh Ibnu Utsaimin menyatakan bahwa hadits ini menunjukkan bahwa shalat al-Dhuha adalah sunnah mutlak yang dilakukan setiap hari. [2]
3. Hadits Mu’adzah al-’Adawiyah ketika menanyakan sebuah pertanyaan kepada ‘Aisyah,
كَمْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي صَلَاةَ الضُّحَى قَالَتْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَيَزِيدُ مَا شَاءَ
“Berapa rakaat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu melaksanakan shalat dhuha?” Beliau menjawab, “Empat rakaat, dan beliau menambahnya sebanyak yang beliau inginkan.” (Hr. Muslim, Kitab Shalat al-Musafirin wa Qashruha, Bab Istihbaab Shalat Dhuha, no. 719)
Pendapat kedua, hukum shalat dhuha adalah sunnah namun tidak dilakukan setiap hari. Inilah pendapat Mazhab Hambali.
Pendapat ketiga, hukumnya bukan sunnah. Inilah pendapat Ibnu Umar.
Pendapat keempat, shalat dhuha hanya disunnahkan karena sebab tertentu. Inilah yang dirajihkan oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu al-Qayyim. Beliau menyatakan, “Barangsiapa yang menelaah hadits-hadits marfu’ dan atsar sahabat tentu mendapatkan bahwa mereka hanya menunjukkan pendapat ini. Adapun hadits-hadits anjuran dan wasiat untuk melakukannya, maka yang shahih darinya, seperti hadits Abu Hurairah dan Abu Dzar, tidak menunjukkan bahwa shalat dhuha adalah sunnah yang terus dikerjakan untuk setiap orang.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiati Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dengan wasiat tersebut, karena telah diriwayatkan bahwa Abu Hurairah dahulu memilih belajar hadits di malam hari dibandingkan melaksanakan shalat. Kemudian, beliau memerintahkan Abu Hurairah untuk melakukan shalat sunnah diwaktu dhuha sebagai ganti shalat malamnya. Oleh karena itu, Abu Hurairah diperintahkan untuk tidak tidur kecuali setelah berwitir, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan hal itu kepada Abu Bakar, Umar, dan seluruh sahabat lainnya.” [3]
Sedangkan Ibnu Taimiyah, setelah menjelaskan sunnahnya shalat dhuha, menyatakan, “Tinggal masalah apakah yang utama adalah melakukannya secara berkesinambungan atau tidak, karena mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? ini yang menjadi perselisihan para ulama. Yang rajih adalah bahwa barangsiapa yang terus-menerus melakukan shalat malam, maka itu mencukupkannya dari melakukan shalat dhuha terus-menerus, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu demikian. Barangsiapa yang tidak melakukan shalat malam, maka shalat dhuha menjadi pengganti shalat malam baginya.” [4]
Yang rajih, insya Allah adalah pendapat pertama, karena keumuman anjuran melakukan shalat al-dhuha Hal inilah yang dirajihkan oleh Syekh Ibnu Utsaimin. Beliau menyatakan, “Yang rajih adalah (bahwa shalat dhuha) adalah sunnah mutlak yang terus-menerus dilakukan. Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
“Setiap persendian dari salah seorang kalian wajib untuk bersedekah setiap hari.”
Para ulama menjelaskan bahwa persendian manusia berjumlah tiga ratus enam puluh persendian dalam tubuh, sehingga setiap orang harus bersedekah tiga ratus enam puluh sedekah per hari. Namun, sedekah ini bukanlah sedekah harta, tapi berupa amalan taqarrub kepada Allah, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَفِي كُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
‘Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah,amar makruf nahi munkar adalah sedekah. Semua itu tercukupkan dengan shalat dua rakaat yang dilakukan di waktu dhuha.’
Berdasarkan hadits ini, kami berpendapat bahwa shalat dhuha adalah sunnah yang selalu dikerjakan, karena kebanyakan manusia tidak mampu memberikan sedekah hingga tiga ratus enam puluh sedekah.” [5] Wallahu a’lam.
Waktu Pelaksanaan Shalat Dhuha
Waktu shalat dhuha dimulai dari terbitnya matahari hingga menjelang matahari tergelincir (zawal). Syekh Ibnu Utsaimin merinci waktu ini ketika menjelaskan awal dan akhir waktu dhuha. Beliau menyatakan bahwa waktu dhuha berawal setelah matahari terbit seukuran tombak, yaitu sekitar semeter. Dalam hitungan jam yang ma’ruf adalah sekitar 12 menit (setelah terbitnyamatahari) dan jadikan saja sekitar seperempat jam, karena lebih hati-hati.
Apabila telah berlalu seperempat jam dari terbit matahari, maka hilanglah waktu terlarang dan telah masuklah waktu shalat dhuha. Sedangkan akhir waktunya adalah sekitar sepuluh menit sebelum tergelincirnya matahari.” [6]
Adapun dasar awal waktu dhuha adalah hadits Abu Dzar yang berbunyi,
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ ابْنَ آدَمَ ارْكَعْ لِي مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ أَكْفِكَ
Dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa Allah berfirman, “Wahai Bani Adam, shalatlah empat rakaat untuk-Ku di awal siang hari, niscaya aku menjagamu di sisa hari tersebut.”
Waktu dhuha berakhir dengan tergelincirnya matahari yang menjadi awal waktu zuhur. Adapun jeda sebelumnya diberlakukan karena adanya larangan shalat sebelum tergelincirnya matahari.
Oleh karena itu, Syekh Ibnu Utsaimin menyatakan, “Kalau begitu, waktu shalat dhuha dimulai setelah keluar dari waktu larangan (untuk shalat) di awal siang hari (pagi hari) sampai adanya larangan di tengah hari.” [7]
Waktu Utama Shalat Dhuha
Adapun waktu utama untuk melaksanakan shalat dhuha adalah di akhir waktunya. Syekh Ibnu Utsaimin menyatakan, “Melaksanakannya di akhir waktu adalah lebih utama.” [8]
Hal ini dijelaskan dalam hadits yang berbunyi,
أَنَّ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ رَأَى قَوْمًا يُصَلُّونَ مِنْ الضُّحَى فَقَالَ أَمَا لَقَدْ عَلِمُوا أَنَّ الصَّلَاةَ فِي غَيْرِ هَذِهِ السَّاعَةِ أَفْضَلُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ
“Sesungguhnya Zaid bin Arqam melihat suatu kaum melakukan shalat dhuha, lalu beliau berkata, ‘Apakah mereka belum mengetahui bahwa shalat pada selain waktu ini lebih utama? Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu bersabda, ‘Shalat al-awwabin (hendaklah dilakukan) ketika anak unta kepanasan.’” (Hr. Muslim, Kitab Shalat al-Musafirin wa Qashruha, Bab Shalat al-Awwabina hina Tarmidhu al-Fishal, no. 748)
Jumlah Rakaat dan Tata Caranya
Disyariatkan bagi seorang muslim untuk melakukan shalat dhuha sebanyak dua, empat , enam, atau delapan rakaat, atau lebih, tanpa ada batasan tertentu. Inilah yang dirajihkan oleh Syekh Ibnu Utsaimin dalam pernyataan beliau, “Yang benar adalah bahwasanya tidak ada batas untuk banyaknya, karena ‘Aisyah berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعًا وَيَزِيدُ مَا شَاءَ الله
‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu melakukan shalat dhuha sebanyak empat rakaat, dan beliau menambahnya sebanyak yang beliau inginkan.’ (Hr. Muslim, Kitab Shalat al-Musafirin wa Qashruha, Bab Istihbaab Shalat Dhuha, no. 719)
Jumlah rakaat shalat dhuha tidak ada pembatasannya. Seandainya seorang sholat dari terbit matahari setombak sampai menjelang tergelincir matahari, misalnya empat puluh rakaat, maka ini semua masuk dalam shalat dhuha.” [9]
Ini semua dilakukan dengan dua rakaat-dua rakaat, berdasarkan keumuman sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
صَلَاةُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى
“Shalat malam dan siang adalah dua rakaat-dua rakaat.” (Hr. an-Nasa’i dalam Kitab Qiyam al-Lail wa Tathawu’ an-Nahar, Bab Kaifa Shalat al-Lail: 3/227, dan Ibnu Majah dalam Kitab Iqamat ash-Shalat wa as-Sunnah fiha, Bab Ma Ja`a fi Shalat al-Lail wa an-Nahar Matsna Matsna, no. 1322; diniai shahih oleh al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah: 1/221)
Demikianlah beberapa hukum seputar shalat dhuha. Semoga bermanfaat.

[1] Disarikan dari asy-Syarhu al-Mumti’: 4/115-117, Shahih al-Fiqh as-Sunnah: 1/422-424, dan Zad al-Ma’ad: 1/318-348.
[2] Asy-Syarhu al-Mumti’: 4/116.
[3] Zad al-Ma’ad: 1/346.
[4] Majmu’ Fatawa: 22/284.
[5] Asy-Syarhu al-Mumti’: 4/117.
[6] Lihat: asy-Syarhu al-Mumti’: 4/122–123.
[7] Syarhu al-Mumti’: 4/123.

Sabtu, 05 November 2011

Hewan Qurban

Ditegaskan oleh Ibnu Qayim, bahwa tidak pernah diriwayatkan dari Rasulullah atau pun sahabat untuk penyembelihan kurban/qurban, haji, aqiqah/akikah, kecuali dari hewan ternak. 
Jadi tidak sah berkurban dengan 100 ekor ayam, bebek, dsb. 
Tidak ada perbedaan antara sapi dengan kerbau, karena hakikatnya sama. Hewan qurbannya berupa binatang ternak, yaitu unta, sapi dan kambing, baik domba atau kambing biasa.
Telah sampai usia yang dituntut syari’at berupa jaza’ah (berusia setengah tahun) dari domba atau tsaniyyah (berusia setahun penuh) dari yang lainnya.
• Ats-Tsaniy dari unta adalah yang telah sempurna berusia lima tahun
• Ats-Tsaniy dari sapi adalah yang telah sempurna berusia dua tahun
• Ats-Tsaniy dari kambing adalah yang telah sempurna berusia setahun
• Al-Jadza’ adalah yang telah sempurna berusia enam bulan
Bebas dari aib (cacat) yang mencegah keabsahannya, yaitu apa yang telah dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
• Buta sebelah yang jelas/tampak
• Sakit yang jelas
• Pincang yang jelas
• Sangat kurus, 
tidak mempunyai sumsum tulang Dan hal yang serupa atau lebih dari yang disebutkan di atas dimasukkan ke dalam aib-aib (cacat) ini, sehingga tidak sah berqurban dengannya, seperti buta kedua matanya, kedua tangan dan kakinya putus, ataupun lumpuh. 
Hewan qurban tersebut milik orang yang berqurban atau diperbolehkan (di izinkan) baginya untuk berqurban dengannya. 
Maka tidak sah berqurban dengan hewan hasil merampok dan mencuri, atau hewan tersebut milik dua orang yang beserikat kecuali dengan izin teman serikatnya tersebut. 
Tidak ada hubungan dengan hakl orang lain. Maka tidak sah berqurban dengan hewan gadai dan hewan warisan sebelum warisannya di bagi. Penyembelihan qurbannya harus terjadi pada waktu yang telah ditentukan syariat. 
Maka jika disembelih sebelum atau sesudah waktu tersebut, maka sembelihan qurbannya tidak sah Lihat Bidaayatul Mujtahid (I/450), Al-Mugni (VIII/637) dan setelahnya, Badaa’I’ush Shana’i (VI/2833) dan Al-Muhalla (VIII/30). 
Disalin dari kitab Ahkaamul Iidain wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi Indonesia Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih, Penulis Dr Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir
Para ulama berselisih tentang makna Al-Mushfarah, ada yang menyatakan bahwa ia adalah hewan yang terputus seluruh telinganya dan ada yang mengatakan bahwa ia adalah kambing yang kurus. Lihat Nailul Authar (V/123).

Jumat, 04 November 2011

KELUARGA BESAR 
PENGURUS PECINTA SHODAQOH 

MENGUCAPKAN : 
SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1432 H 


SEMOGA 
SEMUA IBADAH 
DAN 
QURBAN 
KITA DITERIMA OLEH ALLAH SWT 
MIN YA ROBBAL ALAMIN.....

Minggu, 09 Oktober 2011

دعاء آخر لسورة الواقعة اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَصْبَحْتُ وَأَمْسَيْتُ وَأَنَا أُحِبُّ الْخَيْرَ وَأُكْرِهُ الشَّرَّ, وَسُبْحَانَ اللهُ, وَالْحَمْدُ ِللهِ , وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, وَاللهُ أَكْبَرُ, وَ لاَحَوْلَ لاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ (3مرات) اللَّهُمَّ اهْدِنَا بِنُوْرِكَ لِنُوْرِكَ, فِيْمَا يَرُدُّ عَلَيَّ مِنْكَ, وَفِيْمَا يَصْدُرُ مِنِّيْ إِلَيْكَ, وَفِيْمَا جَرَى بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَلْقِكَ. اللَّهُمَّ سَخِّرْلِيْ رِزْقِيْ, وَاعْصِمْنِيْ مِنَ الْحِرْصِ وَالتَّعَبِ فِيْ طَلَبِهِ, وَمِنْ شُغْلِ الْقَلْبِ وَتَعَلُّقِ الْهَمِّ بِهِ, وَمِنَ الذُّلِّ لِلْخَلْقِ بِسَبَبِهِ, وَمِنَ التَّفَكُّرِ وَالتَّدَبُّرِ فِيْ تَحْصِيْلِهِ, وَمِنَ الشُّحِّ وَالْبُخْلِ بَعْدَ حُصُوْلِهِ, اللَّهُمَّ يَسِّرْلِيْ بِرِزْقٍ حَلاَلٍ وَعَجِّلْ بِهِ, يَانِعْمَ الْمُجِيْبُ. (3مرات) اللَّهُمَّ إِنَّهُ لَيْسَ فِي السَّمَوَاتِ دَوْرَاتٌ, وَلاَ فِي الْبِحَارِ قَطِرَاتٌ, وَلاَ فِي الْجِبَالِ مَدَرَاتٌ, وَلاَ فِي الشَّجَرِ وَرَقَاتٌ, وَلاَ فِي اْلأَجْسَامِ حَرَكَاتٌ, وَلاَ فِي الْعُيُوْنِ لَحَظَاتٌ, وَلاَ فِي النُّفُوْسِ خَطِرَاتٌ, إِلاَّ هِيَ بِكَ عَرَفَاتٌ, وَلَكَ شَاهَدَاتٌ, وَعَلَيْكَ دَالاَّتٌ, وَفِيْ مُلْكِكَ مُتَحَيِّرَاتٌ, فَبِالْقُدْرَةِ الَّتِيْ سَخَّرْتَ بِهَا أَهْلُ اْلأَرْضِ وَالسَّمَوَاتِ, سَخِّرْلِيْ قُلُوْبَ الْمَخْلُوْقَاتِ, إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ. اللَّهُمَّ ارْحَمْ فَقْرِيْ, وَاجْـبُرْ كَسْرِيْ, وَاجْعَلْ لُطْفَكَ فِيْ أَمْرِيْ, وَسَخِّرْ فِيَّ لِسَانَ صِدْقٍ, وَاجْعَلْهُ مَحَلَّ الْفَهْمِ لِلْخِطَابِ, وَالنُّطْقَ بِالصَّوَابِ, وَالْعَمَلَ بِالسُّنَّةِ وَالْكِتَابِ. اللَّهُمَّ ذَكِّرْنِيْ إِذَا نَسِيْتُ, وَأَيْقِظْنِيْ إِذَا غَفَلْتُ, وَاغْفِرْ لِيْ إِذَا عَصَيْتُ, وَاقْبِلْنِيْ إِذَا أَطَعْتُ, وَارْحَمْنِيْ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ. اللَّهُمَّ نَوِّرْ بِكِتَابِكَ بَصِيْرَتِيْ, وَاشْرَحْ بِهِ صَدْرِيْ, وَيَسِّرْ بِهِ أَمْرِيْ, وَأَطْلِقْ بِهِ لِسَانِيْ, وَفَرِّجْ بِهِ كَرْبِيْ, وَنَوِّرْ بِهِ قَلْبِيْ, وَأَكْرِمْ قَلْبِيْ بِالْحُبِّ وَالْفَهْمِ, وَارْزُقْنِيَ الْقُرْآنَ الْعَظِيْمَ وَالْعِلْمَ وَالْفَهْمَ, وَارْزُقْنِيَ الْقُرْآنَ وَالسُّنَّةَ, يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ, أَكْرِمْنِيْ بِأَنْوَاعِ الْخَيْرَاتِ, فَإِنَّهُ لاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ

Senin, 19 September 2011

Tiada kata yang paling indah kecuali ketika kita bisa memaafkan tanda ada rasa iri dengki didalam hati " SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 2011 " MOHON MAAF LAHIR NATHIN

Rabu, 25 Mei 2011

Perbedaan Zakat Maal, Infak, Sodaqoh, Zakat Profesi, Zakat Emas, Zakat Penghasilan, Tabungan


Bagaimana perbedaan zakat maal, infak, sodaqoh, zakat profesi, zakat emas, zakat penghasilan, tabungan.kapan masing-masing dilakukan?bagaiman dengan harta kita yang berbentuk hewan ternak dan tabungan?apakah uang yang kita tabung itu harus juga dikeluarkan sodaqoh, infaq, atau zakatnya?

Jawaban:
Assalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, Washshalatu Wassalamu ‘Ala sayyidil Mursalin
Wa ‘alaa ‘Aalihi Wa Ashabihi ajma’ien. Wa Ba’du

Zakat dan shadaqah sebenarnya dua istilah yang sering saling mengisi. Karena zakat itu sering disebut juga dengan shadaqah dan sebaliknya kata shadaqah sering bermakna zakat. Termasuk juga istilah infaq. Jadi istilah zakat, infaq dan shadaqah memang istilah yang berbeda penyebutan, namun pada hakikatnya memiliki makna yang kurang lebih sama. Terutama yang paling sering terjadi adalah antara istilah zakat dengan shadaqah.

1. Makna Zakat
Secara bahasa, zakat itu bermakna: [1] bertambah, [2] suci, [3] tumbuh [4] barakah. (lihat kamus Al-Mu`jam al-Wasith jilid 1 hal. 398). Makna yang kurang lebih sama juga kita dapati bila membuka kamus Lisanul Arab.
Sedangkan secara syara`, zakat itu bermakna bagian tertentu dari harta yang dimiliki yang telah Allah wajibkan unutk diberikan kepada mustahiqqin (orang-orang yang berhak menerima zakat). Lihat Fiqhuz Zakah karya Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi jilid 1 halaman 38.
Kata zakat di dalam Al-Quran disebutkan 32 kali. 30 kali dengan makna zakat dan dua kali dengan konteks dan makna yang bukan zakat. 8 dari 30 ayat itu turun di masa Mekkah dan sisanya yang 22 turun di masa Madinah. (lihat kitab Al-Mu`jam Al-Mufahras karya Ust. Muhammad fuad Abdul Baqi).

Sedangkan An-Nawawi pengarang kitab Al-Hawi mengatakan bahwa istilah zakat adalah istilah yang telah dikenal secara `urf oleh bangsa Arab jauh sebelum masa Islam datang. Bahkan sering disebut-sebut dalam syi`ir-syi`ir Arab Jahili sebelumnya.

Hal yang sama dikemukakan oleh Daud Az-Zhahiri yang mengatakan bahwa kata zakat itu tidak punya sumber makna secara bahasa. Kata zakat itu merupakan `urf dari syariat Islam.

2. Makna Shadaqah
Kata shadaqah makna asalnya adalah tahqiqu syai`in bisyai`i, atau menetapkan / menerapkan sesuatu pada sesuatu. Dan juga berasal dari makna membenarkan sesautu.

Meski lafaznya berbeda, namun dari segi makna syar`i hampir-hampir tidak ada perbedaan makna shadaqah dengan zakat. Bahkan Al-quran sering menggunakan kata shadaqah dalam pengertian zakat.

Allah SWT berfirman :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah :103).

“Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.” (QS.At-Taubah : 58).

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .” (QS. At-Taubah : 60).

Rasulullah SAW dalam hadits pun sering menyebut shadaqah dengan makna zakat. Mislanya hadits berikut:
Harta yang kurang dari lima wasaq tidak ada kewajiban untuk membayar shadaqah (zakat)”. (HR. Bukhari Muslim).

Begitu juga dalam hadits yang menceritakan mengiriman Muaz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah SAW memberi perintah,”…beritahu mereka bahwa Allah mewajibkan mereka mengeluarkan shadaqah (zakat) dari sebagian harta mereka…”.

Sehingga Al-Mawardi mengatakan bahwa shadaqah itu adalah zakat dan zakat itu adalah shadaqah. Namanya berbeda tapi maknanya satu. (lihat Al-ahkam as-Sulthaniyah bab 11).

Bahkan orang yang menjadi Amil zakat itu sering disebut dengan Mushaddiq, karena dia bertugas mengumpulkan shadaqah (zakat) dan membagi-bagikannya.

Kata shadaqah disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 12 kali yang kesemuanya turun di masa Madinah.

3. Beda Zakat dengan Shadaqah
Hal yang membedakan makna shadaqah dengan zakat hanyalah masalah `urf, atau kebiasaan yang berkembang di tengah masyarakat. Sebenarnya ini adalah semcam penyimpangan makna. Dan jadilah pada hari ini kita menyebut kata shadaqah untuk yang bersifat shadaqah sunnah / tathawwu`. Sedangkan kata zakat untuk yang bersifat wajib. Padahal ketika Al-Quran turun, kedua kata itu bermakna sama.

Hal yang sama juga terjadi pada kata infaq yang juga sering disebutkan dalam Al-Quran, dimana secara kata infaq ini bermakna lebih luas lagi. Karena termasuk di dalamnya adalah memberi nafkah kepada istri, anak yatim atau bentuk-bentuk pemberian yang lain. Dan secara `urf, infaq pun sering dikonotasikan dengan sumbangan sunnah.

4. Zakat Mal, Zakat Profesi, Zakat Emas dan Zakat Tabungan
Mal artinya adalah harta benda, sehinga kalau kita sebut zakat mal, maka konotasinya adalah semua jenis harta yang kita miliki. Sehingga ada yang mengakatan bahwa istilah zakat mal adalah istilah yang digunakan untuk membedakan zakat fitrah dengan zakat-zakat lainnya. Jadi zakat profesi, emas, tabungan dan lainnya bisa dmasukan ke dalam kelompok zakat mal.

a. Zakat Profesi
Yang dikeluarkan zakatnya adalah semua pemasukan dari hasil kerja dan usaha. Bentuknya bisa berbentuk gaji, upah, honor, insentif, mukafaah, persen dan sebagainya. Baik sifatnya tetap dan rutin atau bersifat temporal atau sesekali.

Namun menurut pendapat yang lebih kuat, yang dikeluarkan adalah pemasukan yang telah dikurangi dengan kebutuhan pokok seseorang. Besarnya bisa berbeda-beda antara satu dan lainnya.

Pendapat yang lain mengatakan bahwa zakat itu diambil dari jumlah pemasukan kotor sebelum dikurangi dengan kebutuhan pokoknya.

Kedua pendapat ini memiliki kelebihan dan kekuarangan. Buat mereka yang pemasukannya kecil dan sumber penghidupannya hanya tergantung dari situ, sedangkan tanggungannya lumayan besar, maka pendapat pertama lebih sesuai untuknya. Pendapat kedua lebih sesuai bagi mereka yang memiliki banyak sumber penghasilan dan rata-rata tingkat pendapatannya besar sedangkan tanggungan pokoknya tidak terlalu besar.

Nishab zakat profesi mengacu pada zakat pertanian yaitu seharga dengan 520 kg beras. Yaitu sekitar Rp. 1.300.000,-.
Nishab ini adalah jumlah pemasukan dalam satu tahun. Artinya bila penghasilan seseorang dikumpulkan dalam satu tahun bersih setelah dipotong dengan kebutuhan pokok dan jumlahnya mencapai Rp. 1.300.000,- maka dia sudah wajib mengeluarkan zakat profesinya. Ini bila mengacu pada pendapat pertama. Dan bila mengacu kepada pendapat kedua, maka penghasilannya itu dihitung secara kotor tanpa dikurangi dengan kebutuhan pokoknya. Bila jumlahnya dalam setahun mencapai Rp. 1.300.000,-, maka wajiblah mengeluarkan zakat.
Zakat profesi dibayarkan saat menerima pemasukan karena diqiyaskan kepada zakat pertanian yaitu pada saat panen atau saat menerima hasil.

Nishab zakat profesi adalah 2,5 % dari hasil kerja atau usaha. Besarnya diqiyaskan dengan zakat perdagangan.

b. Zakat Emas
Emas dan perak yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah yang berbentuk simpanan. Sedangkan bila berbentuk perhiasan yang sering dipakai atau dikenakan, maka tidak termasuk yang wajib dikeluarkan zakatnya.

Karena umumnya harga emas stabil dibandingkan dengan mata uang, banyak orang yang menyimpan hartanya dalam bentuk emas. Apabila emas ini dijadikan bentuk simpanan, maka wajib dikeluarkan zakatnya bila telah mencapai nishab dan haul.

Bila seseorang memiliki simpanan emas seberat 85 gram atau lebih, maka jumlah itu telah mencapai batas minimal untuk terkena kewajiban membayar zakat emas. Yang menjadi ukuran adalah beratnya, sedangkan bentuknya meskipun mempengaruhi harga, dalam masalah zakat tidak termasuk yang dihitung.

Sedangkan nishab perak adalah 595 gram. Jadi bila simpanannya berbentuk perak dan beratnya mencapai jumlah itu atau lebih, maka telah wajib dikeluarkan zakatnya. Bagaimana bila emas 85 gram itu terpisah-pisah ? Sebagian sering digunakan dan sebagian lain disimpan ? Bila jumlah yang selalu menjadi simpanan ini tidak mencapai nisabnya, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Karena yang wajib hanyalah yang benar-benar menjadi simpanan. Sedangkan yang dipakai sehari-hari tidak terkena kewajiban zakat. Meskipun bila digabungkan mencapai 85 gram.
Simpanan berbentuk emas bila telah dimiliki selama masa satu tahun qamariyah, barulah wajib dikeluarkan zakatnya. Yang menjadi ukuran adalah awal dan akhir masa satu tahun itu.
Sedangkan bila ditengah-tengah masa itu emas itu bertambah atau berkurang dari jumlah tersebut, tidak termasuk yang diperhitungkan.

Sebagai contoh, pada tanggal 1 Sya`ban 1422 Ahmad memiliki emas seberat 100 gram. Maka pada 1 Sya`ban 1423 atau setahun kemudian, Ahmad wajib mengeluarkan zakat simpanan emasnya itu. Meskipun pada bulan Ramadhan, emas itu pernah berkurang jumlahnya menjadi 25 gram, namun sebulan sebelum datangnya bulan Sya`ban 1423, Ahmad membeli lagi dan kini jumlahnya mencapai 200 gram.

Besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 % dari berat emas yang terakhir dimiliki. Jadi bila pada 1 Sya`ban 1423 itu emas Ahmad bertambah menjadi 200 gram, zakat yang harus dikeluarkan adalah 200 x 2,5 % = 5 gram.

c. Zakat Uang Tabungan
Zakat tabugnan adalah zakat harta yang disimpan baik dalam bentuk tunai, rekening di Bank, atau bentuk yang lain. Harta ini tidak digunakan untuk mendapatkan penghasilan, tetapi sekedar untuk simpanan. Bila nilainya bertambah lantaran bunga di Bank, maka bunganya itu bukan hak miliknya, sehingga bunga itu tidak termasuk yang wajib dikeluarkan zakatnya. Bunga itu sendiri harus dikembalikan kepada kepentingan masyarakat banyak.

Sedangkan bila simpanan itu berbentuk rumah, kendaraan atau benda lain yang disewakan atau menghasilkan pemasukan, maka masuk dalam zakat investasi. Dan bila uang itu dipnjamkan ke pihak lain sebagai saham dan dijadikan modal usaha, maka masuk dalam zakat perdagangan.

Sedangkan bila uang itu dipinjamkan kepada orang lain tanpa bunga (piutang) dan juga bukan bagi hasil, maka tetap wajib dikeluarkan zakatnya meski secara real tidak berada di tangan pemiliknya. Kecuali bila uang tersebut tidak jelas kedudukannya, apakah masih mungkin dikembalikan atau tidak, maka uang itu tidak perlu dikeluarkan zakatnya. Karena kepemilikannya secara real tidak jelas lagi. Meski secara status masih miliknya. Tapi kenyataannya pinjaman itu macet dan tidak jelas apakah akan kembali atau tidak.

Batas nishab zakat tabungan adalah seharga emas 85 gram. Jadi bila harga emas sekarang ini Rp. 90.000,-, maka nisab zakat tabungan adalah Rp. 7.650.000,-. Bila tabungan kita telah mencapai jumlah tersebut, maka sudah wajib untuk dikeluarkan zakatnya.

Untuk membayar zakat tabungan, diperlukan masa kepemilikan selama setahun hijriyah terhitung sejak memiliki jumlah lebih dari nishab.

Besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 % dari saldo terakhir. Dan bila uang itu berupa rekening di bank konvensional, maka saldo itu harus dikurangi dulu dengan bunga yang diberikan oleh pihak bank. Karena bunga itu bukan hak pemilik rekening, sehingga pemilik rekening tidak perlu mengeluarkan zakat bunga.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Jumat, 08 April 2011

KEKUATAN SEDEKAH


Ini pendapat Joe Vitale, penulis Spiritual Marketing. Juga pendapat banyak penulis lain yang dari pengalamannya mendapati bahwa semakin dia rela memberi (bersedekah) semakin banyak apa yang dia sumbangan itu kembali kepada dirinya dengan berlipat-lipat. Kalu dia nyumbang uang, maka (biasanya) akan datang uang. Kalau tenaga, maka akan kembali banyak bantuan. Kalau ilmu, maka akan kembali lebih banyak ilmu. Mereka menemukan bahwa "to give in order to get" adalah suatu hukum universal.

Sebentar, masih menurut orang-orang tersebut, hanya sedekah yang tulus lah yang akan menggetarkan semesta. Jadi tidak semua pemberian akan memberikan efek pengembalian yang diharapkan. Tentu saja ini bukan sok merasa lebih tahu tentang cara yang disukai Tuhan, ini adalah berbagi pengalaman apa yang mereka rasakan. Kisah-kisah mereka dikumpulkan dalam e-book "The Greatest Money-Making Secret in History!". Silahkan di download sendiri ya. http://www.plainwords.co.nz/greatestmms.pdf

Berikut ini cara bersedekah (menyumbang) yang mereka rasakan mampu menggetarkan spiritualitas mereka :

1. Bersedekahlah saat merasa ingin bersedekah, jangan sampai merasa terpaksa. Bila saat bersedekah kita justru merasa kesal, maka akan tertanam di bawah sadar bahwa bersedekah itu tidak enak, bahkan mengesalkan. Mungkin seperti kalau kita bayar parkir kepada preman di pinggir jalan. Ada perasaan terpaksa, tak berdaya, bahkan dirampok. Bukan karena besar kecilnya nilai uang, tapi rela tidaknya perasaan saat memberikan sumbangan. Kalau anda sedang suntuk, tunggu sampai hati lebih riang. Memberi dengan berat hati akan memberi asosiasi buruk ke alam bawah sadar.

2. Bersedekahlah kepada sesuatu yang disukai sehingga hati Anda tergetar karenanya. Mungkin suatu ketika Anda ingin menyumbang yatim piatu, di waktu lain mungkin menyumbang perbaikan jembatan, mungkin pelestarian satwa yang hampir punah, mungkin disumbangkan untuk modal usaha bagi seorang pemula. Intinya adalah Anda sebaiknya menyedekahkan pada hal yang membuat perasaan Anda tergetar. Setiap orang akan berbeda. Seringkali seseorang menyumbang ke tempat ibadah, tapi hatinya tidak sejalan, hanya karena kebiasaan. Menyumbang yang tak bisa dihayati tak akan menggetarkan kalbu.

3. Bersedekahlah dengan sesuatu yang bernilai bagi Anda. Kebanyakan wujudnya adalah uang, namun lebih luas lagi adalah benda yang juga anda suka, pikiran, tenaga, ilmu yang anda suka. Dengan menyumbang sesuatu yang anda sukai, membuat anda juga merasa berharga karena memberikan sesuatu yang berharga.

4. Bersedekahlah dalam kuantitas yang terasa oleh perasaan. Bagaimana rasanya memberi sedekah 25 rupiah? Bagi kebanyakan orang nilai ini sudah tidak lagi terasa. Untuk seseorang dengan gaji 1 juta, maka 50 ribu akan terasa. Bagi yang perpenghasilan 20 juta, mungkin 1 juta baru terasa. Setiap orang memiliki kadar kuantitas berbeda agar hatinya tergetar ketika menyumbang. Nilai 10 persen biasanya menjadi anjuran dalam sedekah (bukan wajib), mungkin karena sejumlah nilai itulah kita akan merasakan "beratnya" melepas kenikmatan.

5. Menyumbang anonim akan memberi dampak lebih kuat. Ini erat kaitannya dengan ketulusan, walaupun tidak anonim juga tak apa-apa. Dengan anonim lebih terjamin bahwa kita hanya mengharap balasan dari Tuhan (ikhlas).

6.Bersedekah tanpa pernah mengharap balasan dari orang yang anda beri. Yakinlah bahwa Tuhan akan membalas, tapi tidak lewat jalan orang yang anda beri. Pengalaman para pelaku kebanyakan menunjukkan bahwa balasan datang dari arah yang lain.

7. Bersedekahlah tanpa mengira bentuk balasan Tuhan atas sedekah itu. Walaupun banyak pengalaman menunjukkan bahwa kalau bersedekah uang akan dibalas dengan uang yang lebih banyak, namun kita tak layak mengharap seperti itu. Siapa tahu sedekah itu dibalas Tuhan dengan kesehatan, keselamatan, rasa tenang, dll, yang nilainya jauh lebih besar dari nilai uang yang disedekahkan.

Demikian berbagai hal yang berkaitan dengan prinsip bersedekah. Prinsip-prinsip ini sangat sesuai dengan petunjuk rasulullah Muhammad berkaitan dengan sedekah dan keutamaannya. Kalau tak salah, ada hadits yang menyatakan bahwa tak akan menjadi miskin orang yang bersedekah. Dijamin.

Selain itu bersedekah juga menghindarkan diri dari marabahaya.

Ada sebuah kisah yang kalau tak salah saya dapat dari Pak Jalaluddin Rakhmat tentang seorang yang ditunda kematiannya karena bersedekah. Suatu ketika rasulullah sedang duduk bersama para sahabat. Lalu melintaslah seorang yang memanggul kayu bakar. Tiba-tiba Rasulullah berkata kepada para sahabat, "Orang ini akan meninggal nanti siang."

Sorenya ketika Rasulullah duduk bersama para sahabat, melintaslah orang tersebut. Maka dipanggillah orang tersebut oleh rasul dan ditanya, "Aku diberitahu (malaikat) tadi pagi bahwa kamu akan menemui ajal siang tadi. Tapi kulihat kamu masih segar bugar. Apa yang telah kamu lakukan?" Kemudian orang itu berkisah bahwa tadi pagi dia membawa bekal makan siang. Lalu di tengah jalan bekal itu dia sedekahkan kepada orang yang membutuhkan. Selanjutnya, kata orang itu, saat kayu-kayu bakar diletakkan tiba-tiba seekor ular hitam keluar dari dalamnya. Rasulullah kemudian menjelaskan bahwa ular itulah yang sedianya akan mematuk orang tersebut, namundia berpindah takdir karena sedekahnya menghidarkan dia dari bahaya tersebut.

(Demikian lebih kurang sebuah kisah yang saya tahu. Sayang saya lupa detilnya, apalagi perawinya. Jadi mohon dicari sendiri sumber kisah tersebut. Seingat saya kisah tersebut dari Pak Jalal yang saya kenal punya banyak sumber terpercaya.)

Kisah itu menunjukkan keutamaan sedekah yang bisa menghindarkan diri dari bahaya, sekaligus menujukkan bahwa cara Tuhan membalas sedekah tidak dalam bentuk dan jalan yang kita duga.

Minggu, 03 April 2011

Saldo per Tgl. 03/04/2011

Jumlah Saldo sampai akhir Bulan April 2011:
Rp.4.000.000,-
Semoga semakin banyak Donatur sehingga semakin banyak anak yatim yang bisa kita bantu..
amiiiin...............

Daftar donatur per Tgl. 03/04/2011

1. JAUHARI MUBAROK
2. JUWAIRIYAH
3. IWAN FADLI
4. CAMID GODZALI
5. MUCLIS MARWAN
6. ADI PERNAMA
7. ADI NUGROHO
8. AGUNG HANDONO
9. GADING PERSADA
10. BAMBANG HARIYANTO
11. NIKEN
12. NURUL LAILI
13. NN
14. ESNAWATI
15. HAFIDZ FATHONI
16. DAMAR IKASARI
17. AFIF FATQURRAHMAN
18. RATIH PRIMA HAPSARI
19. HADININGRUM HS
20. CHAMID GHOZALI M NUR
21. NURULLA
22. ARIF BASUKI
23. ANIK SETIA H SANTOSA
24. ENI PURWANTINI
25. FITRIYAH
26. NIZIYAH
27. GILANG FAJRI
28. ANDY LENTERA APRIYANTO
29. UNING RISTANTI